SIAPA tidak tahu Pendidikan Karakter? Format pendidikan model Barat
ini kini tengah menjamur di sekolah-sekolah. Para pejabat tinggi
kementerian pendidikan pun mejadikan model edukasi ini sebagai solusi
mengentaskan masalah pendidikan. Bahkan, sekjen Kemendiknas, Fasli
Jalal, mengatakan bentrok antara wartawan dengan pelajar SMA 6
disebabkan karena lemahnya pendidikan Karakter yang dimiliki siswa.
Tidak hanya itu, Motivator ESQ, Ary Ginanjar jua berpendapat sama. Dalam seminar bertajuk, “Revitalisasi Karakter Masyarakat Sulsel Berbasis Kearifan Lokal” ,
Jumat, 9 September 2011, ia menyoroti demo mahasiswa Makassar yang
kerap berbuntuk aksi anarkisme. Ia pun mengajak pemerintah dan seluruh
civitas akademika untuk mengedepankan pendidikan karakter di tingkat
perguruan tinggi jika tidak ingin moral bangsa ini lenyap dalam 20 tahun
ke depan.
Dua kisah diatas adalah satu cerita “keberhasilan” Lawrence Kohlberg
dalam mempopulerkan gagasan Pendidikan Karakter. Lawrence Kohlberg
adalah seorang profesor Psikologi Pendidikan dan Sosial di Harvard
University. Ia dikenal sebagai teoritikus moral dan karakter yang
berpengaruh pada abad 20. Salah satunya adalah Teori Tahapan
Perkembangan Moral yang menjadi cikal bakal format Pendidikan Karakter.
Sejatinya, Pendidikan Karakter menyimpan ruang problem yang cukup
lebar. Pasca Bill Clinton meminta para guru (pada tanggal 23 Januari
1997) untuk memasukkan Pendidikan Karakter sebagai kurikulum pengajaran,
kehidupan remaja Amerika relatif tidak banyak mengalami kemajuan. Upaya
Clinton untuk menekan angka kehamilan remaja, pemakaian drugs,
kekerasan di sekolah, dan kriminalitas jalanan, bagai buntu ditengah
jalan.
Kegagalan Clinton pun sudah diperkirakan oleh Edward Wyne and Kevin
Ryan. Dua tokoh pendidikan ternama di Amerika menilai bahwa Pendidikan
Karakter memang rentan kritik. Sebab model pendidikan ini gagal untuk
menjawab pertanyaan, “Nilai-nilai apa yang harus diajarkan dalam
pendidikan karakter?” tanya Wynne and Ryan.
Oleh karenanya pertanyaan Wynne dan Ryan tepat, sebab dalam
pendidikan Karakter remaja yang melakukan zina belum tentu bersalah
sepanjang mereka bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Tentu ini
berbeda dalam Islam, sebab sebelum adanya tali pernikahan, remaja tetap
berdosa jika mereka berzina terlepas mereka ingin bertanggung jawab atau
tidak.
Lawrence Kohlberg: Aktor Dibelakang Invasi Kaum Yahudi ke Palestina
Para pengusung pendidikan Karakter tidak banyak tahu, siapa dan
bagaimanakah Kohlberg? Seperti apa latar belakangnya dan sesungguhnya
siapakah ia. Lawrence Kohlberg dilahirkan pada tanggal 25 Oktober 1927,
di Bronxville, New York,sebuah daerah pinggiran kaya di New York City.
Ayah Kohlberg, Alfred Kohlberg, adalah importir barang dagangan Asia.
Ia terkenal sebagai wirausahawan di Amerika. Sedangkan ibunya,
Charlotte Albrecht, adalah seorang kimiawan amatir. Dia adalah istri
kedua ayahnya. Kohlberg sendiri adalah bungsu dari empat bersaudara, ia
memiliki dua kakak perempuan dan satu kakak. Orangtuanya berpisah ketika
Kohlberg masih anak-anak.
Kohlberg menyelesaikan pendidikan menengahnya di Phillips Academy di
Andover, Massachusetts. Walaupun sekolah ini selalu dikenal dengan
standar yang ketat akademik, Kohlberg tidak terlalu tertarik pada
hal-hal intelektual selama tahun SMA-nya. Sebuah informasi mutakhir dari
hidupnya mencatat bahwa teman-teman sekelasnya pernah teringat tentang
pengalaman Kohlberg di sekolah. Kohlberg ternyata pernah terlibat dalam
kenakalan remaja yang cukup parah. “Kohlberg lebih tertarik untuk
melakukan aksi pencurian ke beberapa sekolah perempuan terdekat
ketimbang terlibat dalam pembelajaran teori-teori akademis,” ujar
temannya seperti dikutip Encylopedia.com
Kohlberg kemudian lulus dari Phillips Academy pada tahun 1945, tetapi
ia tidak melanjutkan ke perguruan tinggi sampai tahun 1948 saat
berdirinya Negara Israel raya. Latar belakang agama keluarga Yahudi,
memiliki pengaruh signifikan pada diri Kohlberg. Ketika beranjak remaja,
Kohlberg terlibat dalam pusaran arus konspirasi yang membawa bangsa
Yahudi menuju Palestina. Meskipun masih terbilang muda (18 tahun), ia
telah berkomitmen kepada Zionisme dan turut mengangkat senjata.
Kecintaannya akan berdirinya Negara Israel raya dibuktikannya dalam
menjalani aksi-aksi penuh resiko.
Ketika berakhirnya perang dunia kedua tahun 1945, Kohlberg melakukan
perjalanan ke Eropa. Disana ia melakukan aksi untuk menuntaskan misi
pembentukan Negara Israel raya. Kohlberg pernah bertugas di Merchant
Marine AS. Itu dilakukannya pasca Perang Dunia II. Dia kemudian
mengajukan diri untuk membantu menyelundupkan pengungsi Yahudi keluar
dari Eropa dan melalui blokade Inggris ke Palestina.Atas
“keberaniannya”, Kohlberg sempat ditangkap dan ditahan pada sebuah pusat
penahanan di Siprus. Pengiringan bangsa Yahudi ke Palestina termasuk
kejahatan Internasional kala itu. Namun barisan militer Yahudi, Haganah,
berhasil menyelamatkan Tokoh Pendidikan Karakter ini. Kohlberg pun
berhasil bebas dan kembali ke Amerika pada tahun 1948.
Haganah sendiri adalah gerakan bawah tanah Yahudi yang didirikan pada
tahun 1920 dengan nama resmi Irgun HaHagannah Ha’vri. Pada tahun 1920-
1930, di bawah pimpinan David Ben-Gurion, Haganah melaksanakan aksi
teror dan kekerasan dengan kekuatan bersenjata kepda warga Arab dan
Palestina demi mempertahankan pemukiman imigran Yahudi.
Sistem Kibbutz Yahudi: Cikal Bakal Pendidikan Karakter
Pada tahun 1969, Kohlberg mengunjungi Israel. Saat itu ia terkesan
dengan sistem Komunis yang dimiliki Yahudi, yaitu Kibbutz. Dimana
terdapat tempat-tempat pemukiman kolektif di Israel dengan sistem
kepemilikan bersama dan dengan struktur-struktur dasar demokratis. Untuk
lebih jelas perihal apa itu Kibbutz, dengarlah penuturan Karl Marx
berikuti ini,
“Ideologi dari para pendiri kibbutz sangat dipengaruhi oleh
sosialisme dan zionisme. Dasar pendiriannya dipengaruhi oleh dua dasar
ideologi ini: pengalaman pahit dengan antisemitisme yag terjadi di
diaspora. Mereka juga dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan
patriakhalis yang diwarisi dari Eropa Timur. Dari dasar inilah para
pendiri kibbutz mempraktikkan di dalam pemukiman-pemukiman mereka.
Mereka menganut sistem tidak ada kelas dalam masyarakatnya.
Masing-masing dari anggotanya ‘memberikan apa bisa dia perbuat’ dan
‘akan mendapatkan akan apa yang dia perlukan’”
Saat Kohlberg berkunjung ke sebuah kibbutz, ia mengamati betapa
perkembangan moral orang-orang muda saat itu jauh lebih berkembang
dibandingkan dengan mereka yang tidak menjadi bagian dari kibbutz. Ia
kemudian memutuskan untuk memikirkan ulang penelitiannya saat itu dan
memulai sebuah sekolah baru yang dinamai Sekolah Cluster di dalam SMA
Cambridge Rindge and Latin.
Sekolah Cluster ini kemudian dikelola sebagai sebuah ‘komunitas yang
adil’ di mana siswa-siswanya mempunyai hubungan dasar dan yang layak
dipercaya dengan sesamanya, dengan menggunakan demokrasi dalam
pengambilan semua keputusan di sekolah. Dilengkapi dengan model ini, ia
mengadopsi konsep tersebut di sekolah-sekolah lainnya, bahkan juga di
penjara.
Dari risetnya tentang Kibbutz ini, Kohlberg kemudian mengembangkan
teori Tahapan Moral yang dinikmati banyak praktisi pendidikan dengan
nama Pendidikan Karakter. “Better than anything we can conceive from our theory,” tukas Kohlberg. (Pizaro)
Rabu, 28 Januari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar