Jumat, 30 Januari 2015

3 Pertanyaan Penting -'


1. KAPANKAH waktu yang paling penting?
2. Siapakah orang yang paling penting?
3. Apakah hal yang paling penting untuk dilakukan?


Menurut Anda, apa jawaban dari 3 pertanyaan penting itu?
Lihat lagi pertanyaannya, hening sejenak sebelum Anda lanjut membaca.
Waktu yang paling penting adalah “saat ini”.
Itulah satu-satunya waktu yang kita miliki. Jika Anda ingin memberi tahu bahwa Anda menyayangi istri atau suami Anda atau saudara atau orang tua Anda, atau meminta maaf, lakukanlah sekarang juga. Kesempatan mungkin tak pernah datang kembali. Raihlah momennya.
Orang yang paling penting adalah orang yang sedang bersama Anda saat ini. Komunikasi dan cinta hanya dapat dibagi tatkala seseorang yang bersama kita. Tidak peduli siapa pun mereka, adalah orang yang paling penting sedunia bagi kita. Pada saat itu. mereka merasakan kehadiran Anda. Mereka mengetahui Anda dan mereka menanggapi Anda dengan baik.
Belas kasih memasok energi, dan itu bisa jalan.
Apakah hal yang paling penting untuk dilakukan? “Peduli” berarti ‘berhati-hati’ dan ‘memerdulikan’. Jawaban ini melukiskan bahwa hal yang terpenting adalah mengerti asal muasal diri kita.
Berikut rangkuman jawaban dari 3 pertanyaan di atas :
1. Kapankah waktu yang paling penting? Saat ini.
2. Siapakah orang yang paling penting? Orang yang sedang bersama kita.
3. Apakah hal yang paling penting untuk dilakukan? Peduli. [berbagai sumber]

Pemenang Sibuk Intropeksi Diri, Pecundang Sibuk Menyalahkan Orang Lain -'

Oleh: Jonru Ginting, Direktur www.dapurbuku.com
MISALKAN ada orang bernama A yang mengata-ngatai si B, “Dasar monyet lu!” Dan si A sama sekali tidak menyesali perbuatan buruknya itu.
Lalu suatu hari, A ketemu C, dan si C ini pun mengata-ngatai A, “Dasar monyet jelek lu! Najis gue!”
Jika A adalah tipe manusia pecundang, maka yang dia lakukan adalah marah. Dia sibuk menyalahkan C, bahkan membalas perbuatan C dengan cara yang lebih menyakitkan.
Namun jika A adalah tipe manusia pemenang, yang dia lakukan adalah BERSABAR. Setelah itu dia INTROPEKSI DIRI.
“Kenapa ada orang yang menghinaku seperti itu? Apakah aku punya kesalahan serupa di masa lalu, dan kini kesalahan itu berbalik padaku?
“Oh ya, aku ingat. Dulu aku pernah mengatai B monyet. Mungkin perbuatan C merupakan cara Allah untuk menegurku, agar aku tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut.”
Lalu A istighfar, meminta ampun pada Allah. Dia pun tak lupa mendatangi B untuk meminta maaf.
* * *
Apakah kita tipe manusia pemenang atau pecundang? Semua tergantung keputusan kita sendiri. Mau bersikap seperti apa di saat mengalami cobaan hidup.
Yang jelas, semua perbuatan yang kita lakukan, apakah itu perbuatan baik atau buruk, suatu saat nanti (cepat atau lambat) akan berbalik kepada kita. []

Jangan Hidup Seperti Lalat -'

BERBUATLAH baik pada sesama, karena dengan kita berbuat ihsan pasti balasan yang akan kita terima pun berupa ihsan.
Jikalau kita mampu bersosialisasi dengan masyarakat. Kenapa tidak untuk berbaur. Jangan sampai kita termasuk orang yang kurang pergaulan. Muslim seharusnya dapat menanamkan kebutuhan dirinya di masyarakat ag
ar dapat terciptanya kesempurnaan dalam bermasyarakat.
Salah satu karakter para ulama sunnah adalah hidup seperti pada umumnya. Mereka hidup bermasyarakat, memberikan manfaat kepada kaum muslimin dan hanya bergaul dengan masyarakat dalam hal-hal yang bisa mendekatkan mereka kepada Allah.
“Ada manusia yang hidup seperti lalat tidak mau hinggap kecuali di atas luka orang lain.”
Kalimat di atas merupakan penggalan nasihat Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah. Yang dinukilkan oleh Ibnu Sa’di di dalam bukunya Thariq al-wushul. Adapun maksudnya adalah kita sering jumpai manusia yang senang memberi kritik orang lain, melupakan kebaikan-kebaikan mereka, dan tak bosan-bosannya menyebutkan aib mereka.
Orang –orang seperti ini tak jauh bedanya dengan lalat yang suka menjauhi tempat yang bersih dan sehat, dan lebih suka hinggap di atas luka dan penyakit. Hal ini disebabkan oleh busuknya hati dan rusaknya mental mereka. Maka, obat terbaiknya adalah setrika yang panas atau tali gantungan agar mereka pergi dan membawa penyakitnya tersebut untuk selama-lamanya.
Dengan demikian kita perlu hati-hati dengan sikap individual kita. Karena bisa jadi kita akan dijauhi. Jadilah Muslim yang senantiasa bersilaturahim agar Allah permudah jalan hidup kita.[]
Sumber : Menjadi Pelajar Berprestasi Edisi 16 Tahun 2011

Copyright @ 2013 Mari Tambah Wawasan Kita.